Friday, December 9, 2011

BAB TIGA,jilid 1 : terjemah ihya ulumuddin. Penjelasan tentang kadar yang terpuji dari ilmu yang terpuji.

BAB TIGA,jilid 1 :  terjemah ihya ulumuddin
Penjelasan tentang kadar yang terpuji dari ilmu yang terpuji.

Ketahuilah bahwa ilmu dengan pandangan ini ada tiga bagian, yaitu :
a.    Satu bagian yang tercela sedikit dan banyaknya.,
b.    Satu bagian yang terpuji sedikit dan banyaknya. Dan setiap kali lebih banyak maka itu lebih baik dan lebih utama.
c.     Dan satu bagian yang terpuji dari padanya sekadar cukup, dan tidak terpuji orang yang berlebih atasnya dan orang yang kurang padanya.

Hal itu seperti keadaan badan. Sesungguhnya dari padanya ada sesuatu yang terpuji sedikit dan banyaknya seperti sehat dan tampan/cantik.

Sebagian dari padanya ada sesuatu yang tercela sedi­kit dan banyaknya seperti buruk dan perangai yang jahat. Dan dari padanya ada sesuatu yang terpuji kehematan padanya seperti mem­berikan harta.

Sesungguhnya pemborosan padanya itu tidak terpuji padahal ia memberi. Dan seperti keberanian, maka sesungguhnya membabi buta itu tidak terpuji, meskipun itu termasuk jenis kebe­ranian.

Maka demikian pula ilmu. Maka bagian yang tercela pada­nya, sedikit dan banyaknya adalah sesuatu (ilmu) yang tidak ada fai­dahnya dalam agama dan dunia karena di dalamnya terdapat kema­dharatan yang mengalahkan kemanfa'atannya seperti ilmu sihir, tenung dan nujum (perbintangan).

Sebagiannya tidak ada manfa'atnya sama sekali dan mempergunakan umur yang mana umur itu merupakan sesuatu yang paling baik dipegangi oleh manusia sedangkan menyia­nyiakan sesuatu yang baik adalah tercela.

Dan sebagiannya adalah sesuatu yang di dalamnya terdapat kemadharatan yang berlebih atas keperluan dan ujung-ujung dunia yang diduga dapat diperoleh dengan­nya.

 Sesungguhnya hal itu tidak terhitung dibandingkan kepada kemadharatan yang diperoleh dari padanya.
Adapun bagian yang terpuji sampai ke sejauh-jauh tujuan ada­lah ilmu mengenai Allah Ta'ala, sifat-sifatNya, perbuatan­perbuatanNya, sunnahNya pads makhlukNya dan hikmahNya dalarn mengurutkan akhirat atas dunia.

Sesungguhnya ini adalah ilmu yang dituntut pada dzatNya dan merupakan perantara untuk sampai kepada kebahagiaan akhirat. Memberikan kemampuan kepada kesungguhan yang sejauh-jauhnya adalah terbatas dari batas kewajiban, karena ilmu itu bagai lautan yang tidak diketahui dasarnya.

Orang-orang yang bere­nang itu hanyalah berenang di pantai-pantai dan tepian-tepiannya dengan kadar apa yang mudah bagi mereka. Dan tidaklah menem­puh tepian-tepiannya kecuali para Nabi, para wali dan orang-orang yang mendalam ilmunya menurut perbedaan tingkat-tingkat mereka dengan juga menurut perbedaan kekuatan, mereka dan takdir Allah Ta'ala dalam hak mereka.
Ini adalah ilmu yang tersembunyi yang tidak tertulis di dalam kitab-kitab.

Belajar dan menyaksikan peri keadaan ulama akhirat seba­gaimana akan datang tanda mereka itu adalah menolong untuk mem­perhatikan kepadanya.

Ini pada awal urusan itu. Dan menolong kepa­danya mengenai akhirat adalah mujahadah (bersungguh-sungguh), riyadhah (latihan), membersihkan dan mengosongkan hati dari kaitan­kaitan dunia, menyerupai para Nabi dan para wali terhadap dunia agar jelas bagi setiap orang yang berusaha untuk mencarinya dengan kadar rlzqi bukan dengan kadar kesungguhan.

Tetapi kesungguhan itu tetap dibutuhkan.Mujahadah (bersungguh-sungguh) itu adalah kunci petunjuk, petunjuk itu tidak mempunyai selain kesungguhan itu.

Adapun ilmu yang tidak terpuji kecuali kadar tertentu maka itu­lah ilmu yang kami sampaikan di dalam fardhu kifayah. Sesungguh­nya pada setiap ilmu dari padanya ada yang ringkas, dan itulah yang sedikit-dikitnya. Ada yang sederhana dan itulah yang pertengahan. Dan ada yang jauh di belakang yang sederhana itu yang tidak dijangkau sampai akhir usia.

Jadilah kamu salah seorang dari dua orang, yaitu
a.       Adakalanya sibuk dengan dirimu,
b.       Adakalanya meluangkan waktu untuk orang lain setelah selesai dari urusanmu sendiri.

Awaslah kamu dari sibuk dengan sesuatu yang memberi kemas­lahatan kepada orang selainmu sebelum sesuatu yang memberi kemas­lahatan bagi dirimu.

Jika kamu sibuk dengan dirimu maka janganlah kamu sibuk kecuali dengan ilmu yang fardhu atasmu menurut apa yang dikehen­daki oleh keadaanmu, dan apa yang berkaitan dengan amal-amal yang zhahir seperti belajar shalat, bersuci dan berpuasa.

 Namun yang paling penting yang dilengahkan oleh seluruhnya adalah ilmu sifat-sifat hati, sesuatu yang terpuji dan yang tercela dari padanya. Karena manusia tidak terlepas dari sifat-sifat yang tercela seperti loba, dengki, riya' (memamerkan amal), sombong, ujub (kagum terhadap diri sendiri) dan lain-lainnya.

Seluruhnya itu membinasakan, dan melalaikannya itu termasuk kewajiban-kewajiban serta sibuk dengan amal-amal lahir itu menye­rupai sibuk dengan mengolesi badan luar ketika sakit kudis dan bisul, namun meremehkan untuk mengeluarkan materi (penyakit) dengan bekam dan cuci perut.

Ulama kulit itu (dari luar tampaknya ulama) itu menunjukkan amal-amal lahir sebagaimana tabib-tabib jalanan itu memberi petun­juk untuk mengoles badan luar. Sedangkan ulama akhirat itu tidak menunjukkan kecuali dengan mensucikan batin dan memutus materi-­materi kejahatan dengan merusak tempat-tempat tumbuhnya dan men­cabut tanaman-tanamannya dari hati.
Kebanyakan orang itu minta tolong dengan amal-amal lahir dari mensucikan hati karena mudahnya amal-amal anggauta badan dan sulitnya amal-amal hati sebagaimana minta tolong dengan mengolesi tubuh lahir orang yang sulit minum obat-obatan yang pahit. Maka senantiasa ia berlelah mengoles, dan ia menambah barang-barang yang dioleskan Sedangkan penyakitnya berlipat ganda.

Jika kamu menghendaki akhirat, mencari keselamatan dan lari dari kebinasaan yang abadi maka sibuklah kamu dengan ilmu penya­kit batin dan pengobatannya menurut apa yang kami rinci di dalam rubu'ul muhlikat (bagian sifat-sifat yang membinasakan amal).

Kemudian hal itu menarik (menyampaikan) kamu kepada maqam-maqam (kedudukan-kedudukan) yang terpuji yang tersebut di dalam rubu-ul munjiyat (bagian sifat-sifat yang menyelamatkan amal) secara pasti.

Sesungguhnya hati apabila kosong dari sesuatu yang tercela maka hati menjadi penuh dengan sesuatu yang terpuji. Sedangkan tanah apa­bila bersih dari rumput maka padanya tumbuh bermacam-macam tumbuh-tumbuhan dan harum-haruman.

Dan jika tanah itu tidak kosong dari itu (rumput) maka tanah itu tidak menumbuhkan itu (tanaman dan harum-haruman).

Janganlah kamu sibuk dengan fardhu kifayah lebih-lebih di kalangan manusia ada orang yang telah melaksanakannya.

Sesungguh­nya orang yang membinasakan dirinya sendiri dalam hal yang padanya terdapat kemaslahatan orang lain adalah orang dungu. Alangkah dungunya orang yang mana ular dan kala masuk di bawah bajunya dan binatang itu bermaksud membunuhnya sedangkan ia mencari alai lalat untuk menolak lalat dari orang lain yang tidak mencukupinya dan tidak menyelamatkannya dari ular dan kala yang ditemuinya itu apabila ular dan kala itu bermaksud kepadanya.

Jika kamu selesai dari dirimu dan pensuciannya dan kamu dapat (mampu) meninggalkan dosa yang lahir dan batin dan hal itu men­jadi sel-selmu dan adat yang mudah padamu, dan hal itu tidak jauh dari kamu maka sibuklah kamu dengan fardhu kifayah, dan peliha­ralah keberangsur-angsuran padanya.

Mulailah dengan Kitabullah Ta'ala (Al Qur'an) kemudian dengan Sunnah RasulNya SAW. Kemudian ilmu tafsir dan seluruh ilmu-ilmu Al Qur'an dari ilmu nasikh dan mansukh, mafshul dan maushul, muh­kam dan mutasyabihnya.

Demikian juga mengenai As Sunnah.Kemudian sibuklah kamu dengan cabang-cabang yaitu ilmu madzhab, dari ilmu fiqh tanpa perbedaan pendapat, kemudian ushul fiqh. Dan demikianlah kepada seluruh ilmu-ilmu selama umur masih ada, dan waktu membantunya.
Janganlah kamu menghabiskan umurmu dalam satu vak dari padanya karena mencari yang panjang lebar karena ilmu itu banyak sedangkan umur itu pendek.

Ilmu-ilmu ini adalah alat-alat dan muqaddimah-muqaddimah. Dan tidak dituntut pada lainnya
tetapi untuk selainnya. Setiap apa yang dituntut untuk lainnya maka tidak seyogya melupakan apa yang ditun­tut dan memperbanyak dari padanya.

Cukupkanlah dari ilmu bahasa yang terkenal atas sesuatu yang dengannya dapat memahami perkataan Arab dan kamu dapat meng­ucapkannya. Dari kata-kata asingnya atas kata-kata asing Al Qur'an dan Al Hadits. Tinggalkanlah memperdalam padanya. Cukupkanlah dari ilmu Nahwu atas apa yang berkaitan dengan Al Kitab dan As Sunnah.

Tidak ada satu ilmupun kecuali mempunyai keringkasan, seder­hana dan panjang lebar (mendalam). Kami menunjuk kepadanya dalam Al Hadits, Tafsir, Fiqh, kalam, untuk mengiaskan pada lainnya.

Tafsir yang ringkas adalah sesuatu yang mencapai kadar kelipatan Al Qur'an sebagaimana yang disusun oleh Ali Al Wahidi An Naisa­buri yaitu "Al Wajiz". Yang sederhana adalah apa yang mencapai tiga kali kelipatan Al Qur'an sebagaimana yang dikarangnya juga "Al
Wasith". Apa yang di balik itu adalah yang panjang lebar yang dapat tidak dibutuhkan, maka tidak ada habisnya sampai habisnya umur.

Adapun hadits, yang ringkas dari padanya adalah mendapatkan apa yang terdapat dalam Dua kitab shahih (Shahih Bukhari dan Sha­hih Muslim) dengan mentash-hihkan tulisan pada seseorang yang ahli mengenai matan hadits.

Adapun menghafal nama-nama orang (rawi hadits) maka kamu cukupkan padanya pada apa yang membawanya kepadamu dari orang sebelummu, dan hendaknya kamu berpegang kepada kitab-kitab mereka.

 Dan tidak wajib bagimu untuk menghafal matan Shahih Bukhari clan Shahih Muslim. Tetapi kamu dapatkan kemampuan untuk mencari apa yang kamu butuhkan ketika ada kebutuhan.
Adapun sederhana padanya maka kamu sandarkan kepada kedua­nya hadits-hadits yang terdapat di dalam musnad-musnad yang sha­hih.

Adapun yang panjang lebar maka apa yang di balik itu sampai merata kepada seluruh hadits yang dinukil dari yang dha'if (lemah), kuat, shahih dan saqirn (terdapat 'illat) serta mengetahui jalan yang banyak dalam penukilan, mengetahui keadaan para tokoh hadits, nama-nama dan sifat-sifat mereka.

Adapun fiqh maka keringkasan padanya adalah atas apa yang dimuat oleh Mukhtashar oleh Al Muzni rahimahullah. Dan itulah yang kami susun dalam Khulashatul Mukhtashar. Dan yang sederhana pada­nya adalah apa yang mencapai tiga kalinya yaitu kadar yang kami sam­paikan di dalam "Al Wasith urinal Madzhab". Yang panjang lebar adalah apa yang di balik itu dari kitab-kitab yang panjang lebar.

Adapun ilmu kalam maka tujuannya adalah memelihara i'tiqad yang dinukilkan oleh Ahlus Sunnah dari ulama salaf (yang terdahulu) yang shahih. Tidak lainnya. Dan apa yang di balik itu adalah menun­tut untuk membuka hakikat-hakikat urusan-urusan tanpa jalannya.

Tujuan memelihara As Sunnah adalah memperoleh tingkat keringkasan dari padanya dengan i'tiqad yang ringkas. Itulah kadar yang kami kemukakan dalam kitab "Qawa'idul'aqa-id" termasuk dari golongan kitab ini.

Dan yang sederhana padanya adalah apa yang mencapai seratus lembar, dan itulah yang kami kemukakan dalam kitab "Al lqtishad fil I'tidad". Kitab ini dibutuhkan untuk berdiskusi dengan orang yang berbuat bid'ah dan melawan bid'ahnya dengan sesuatu yang meru­sakkannya dan mencabutnya dari hati orang umum. Hal itu tidak ber­guna kecuali bersama orang-orang awam sebelum keras fanatiknya.

Adapun orang yang membuat bid'ah setelah ia mengetahui dari perdebatan walaupun sedikit sekali maka sedikit sekali perkataan itu berguna baginya. Sesungguhnya jika kamu kalahkan dia dengan hujjah maka ia tidak meninggalkan madzhabnya. Dan ia beralaih dengan keterbatasan dirinya dan ia memperkirakan bahwa orang lain masih mempunyai jawaban sedangkan ia sendiri lemah dari padanya. Namun kamu hanyalah membuat dia ragu dengan kuatnya perdebatan itu.

Adapun orang umum (awam) apabila ia berpaling dari kebenaran dengan semacam perdebatan mungkin dikembalikan kepadanya (kebenaran) dengan perdebatan yang serupa sebelum ia keras fana­tiknya kepada hawa nafsu. Apabila ia telah keras fanatiknya maka terjadilah keputus asaan dari mereka karena fanatik itu adalah sebab yang meresapkan aqidah-aqidah itu di dalam jiwa.

Dan itu adalah seba­gian dari bahaya ulama yang buruk. Mereka berlebih-lebihan dalam fanatik kepada kebenaran dan mereka memandang kepada orang­orang yang berbeda pendapat dengan mata penghinaan dan ejekan.

 Lalu timbullah dari mereka dakwaan untuk berlomba, berhadapan dan pergaulan. Dan sempurnalah dorongan-dorongan mereka untuk men­cari penolong kebatilan. Dan kuatlah tujuan mereka dalam meme­gangi sesuatu yang mana mereka dinasabkan kepadanya. Dan sean­dainya mereka datang dari sisi kelembutan, kasih sayang dan nasihat dalam kesunyian tidak dalam arena fanatik dan pengejekan niscaya mereka dapat mensukseskan padanya.


Tetapi ketika pangkat itu tidak dapat berdiri kecuali dengan peng­ikut dan para pengikut itu tidak senang seperti terhadap fanatik, ku­tukan dan cacian terhadap musuh maka mereka menjadikan fanatik sebagai adat kebiasaan dan alai mereka. Dan mereka menyebutnya dengan membela agama dan. memenangkan muslimin. Secara nyata, di dalamnya terdapat kebinasaan bagi manusia dan mendalamnya bid'ah di dalam jiwa.

Adapun perbedaan-perbedaan pendapat yang diada-adakan pada masa-masa akhir ini dan padanya diada-adakan dengan tulisan-tulisan, karangan-karangan dan perdebatan-perdebatan di mana hal yang seperti itu tidak terdapat pada ulama salaf maka takutlah kamu untuk berenang di sekelilingnya dan jauhilah itu seperti menjauhi bisa yang mematikan. Karena hal itu adalah penyakit yang ganas.

Itulah yang mendorong seluruh fuqaha' untuk berlomba-lomba dan bermegah-megah menurut apa yang akan datang kepadamu rin­cian kebinasaan dan bahaya-bahayanya.

Perkataan ini mungkin terdengar dari orang yang mengatakan­nya lalu dikatakan : "Manusia itu musuh apa yang tidak diketahui­nya (mereka bodoh padanya)" maka janganlah kamu mendugakan hal itu maka di atas tangan orang yang ahli kamu akan jatuh. Maka terimalah nasihat ini dari orang yang beberapa masa menyia-nyiakan umurnya dalamnya dan ia menambahkan padanya atas orang-orang yang terdahulu dengan karangan, pentahkikan, debatan dan penje­lasan.

Kemudian Allah mengilhamkan petunjukNya kepadanya, dan ditampakkan cacatnya kepadanya lalu ia meninggalkan cacat itu dan sibuk dengan dirinya.

Maka janganlah kamu terbujuk perkataan orang yang mengatakan : "Fatwa itu adalah tiang Syari'at" dan ia tidak mengetahui sebab-sebabnya kecuali dengan ilmu perbedaan penda­pat.

 Karena sebab-sebab madzhab itu tersebut dalam madzhab itu, sedangkan penambahan atasnya itu adalah perdebatan-perdebatan yang tidak diketahui oleh orang-orang yang terdahulu, dan juga tidak dike­tahui oleh para shahabat.

Padahal mereka lebih mengetahui menge­nai cacat-cacat fatwa dari pada selain mereka. Bahkan perdebatan-­perdebatan itu memadharatkan dan merusakkan bagi rasa fiqh di sam­ping tidak berfaidah dalam ilmu madzhab.

Sesungguhnya orang yang menyaksikan tebakan mufti apabila ia benar rasanya di dalam fiqh maka tidak mungkin jalannya meme­nuhi syarat-syarat perdebatan dalam kebanyakan urusan.

Barangsiapa yang nalurinya menyenangi pola-pola perdebatan maka pikirannya memperhatikan kepada ketentuan perdebatan dan ia takut untuk mem­perhatikan rasa fiqh. Sibuklah orang yang sibuk dengannya karena menuntut nama baik dan pangkat, dan ia membuat sebab bahwasa­nya ia menuntut (mencari) sebab-sebab madzhab, sedangkan umur kadang-kadang habis padanya padahal cita-citanya tidak berpaling kepada ilmu madzhab.

Maka jadilah kamu orang yang aman dari syaithan jin, dan jagalah dari syaithan manusia. Sesungguhnya mereka mengenakkan syaithan jin dari capainya menipu dan menyesatkan.
Secara global, orang yang mendapatkan ridha menurut orang­-orang yang berakal adalah kamu perkirakan di alam ini kamu sen­dirian bersama Allah, dan di depanmu kematian, penampilan amal dan perhitungannya, syurga dan neraka.

Maka renungkanlah mengenai apa yang perlu bagimu dan dihadapanmu, dan tinggalkanlah apa yang selainnya, wassalam.

Sebagian syaikh mimpi melihat sebagian ulama, lalu ia bertanya kepadanya : "Apakah berita ilmu-ilmu yang mana kamu dulu selalu berdebat dan berdiskusi tentangnya ?" Lalu ia membentangkan tangan­nya dan meniup padanya dan berkata : "Binasa, seluruhnya menjadi debu yang beterbangan. Dan tidak berguna bagiku kecuali dua reka'at yang ikhlas di larut malam".

Dan di dalam hadits :
Artinya : "Tidaklah sesat suatu kaum setelah petunjuk ada pada mereka kecuali orang-orang yang melakukan perdebat­an',.])

Kemudian beliau membaca

Artinya "Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja, sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar".
(Az Zukhruf : 58).

Dan di dalam hadits mengenai ma'na firman Allah Ta'ala :

Artinya : "Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan" (Ali Imran : 7).
Adalah :

Artinya : "Mereka adalah ahli perdebatan yang mana mereka diso­rot oleh Allah dengan firmanNya : maka waspadalah ter­hadap mereka" (AI Munafiqun : 4)2)

1)    H.R. At Tirmidzi, dan Ibnu Majah dari hadits Abu Umamah. At Tirmidzi mengatakan hadits hasan shahih.
2)    Muttafaq 'alaih dari hadits Aisyah.
Sebagian ulama salaf berkata : "Akan ada di akhir masa suatu kaum yang menutup pintu amal namun membuka pintu perdebatan".

Dan di dalam sebagian hadits
Artinya "Sesungguhnya kamu di dalam masa di mana kamu diberi ilham untuk beramal, dan akan datang suatu kaum yang diberi ilham untuk berdebat".3)

Dan di dalam hadits yang masyhur :
Artinya : "Makhluk yang paling dibenci oleh Allah adalah orang yang sangat keras dalam bertengkar".4)

Dan di dalam hadits
Artinya : "Tidaklah suatu kaum diberi kemampuan untuk berbicara melainkan mereka mencegah amal".5)
Wallahu a1arn.
3)    Tidak didapati rawinya.
4)    Tidak doapatkan dasarnya.
Tidak didapat sumbernya.

BAB TIGA,jilid 1 :  terjemah ihya ulumuddin selesai dilanjutkan bab empat

4 comments: