Showing posts with label Penjelasan tentang apa yang diganti dari lafal-lafal ilmu.. Show all posts
Showing posts with label Penjelasan tentang apa yang diganti dari lafal-lafal ilmu.. Show all posts

Friday, December 2, 2011

ihya bab 3. Penjelasan tentang apa yang diganti dari lafal-lafal ilmu.

ihya bab 3 :  ......................
Penjelasan tentang apa yang diganti dari lafal-lafal ilmu.

Ketahuilah bahwa tempat tumbuhnya percampuran ilmu yang ter­cela dan ilmu Syari'at adalah perubahan nama-nama yang terpuji, penggantian dan pemindahannya dengan tujuan-tujuan yang rusak kepada ma'na-ma'na yang tidak dikehendaki oleh salafush shalih dan penduduk (muslim) abad pertama.

Itu ada lima lafal, yaitu : fiqh, ilmu, tauhid, mengenai dzikir dan. hikmah. Ini adalah nama-nama yang ter­puji, dan orang-orang yang bersifatan dengan sifat-sifat itu adalah orang-orang yang mempunyai kedudukan dalam. agama. Tetapi seka­rang lafal-lafal itu beralih kepada ma'na-ma'na yang tercela lalu hati lari dari mencela orang yang bersifat dengan ma'na-ma'nanya karena terkenalnya kemutlakan nama-nama ini atas mereka.

a. Lafal pertama adalah fiqh,

di mana mereka telah memper­gunakannya dengan khusus, tidak dengan menukil dan merubah karena mereka telah mengkhususkannya dengan pengetahuan cabang-cabang yang asing mengenai fatwa-fatwa, mengetahui detail-detail illat (sebab)nya, memperbanyak pembicaraan tentangnya dan memelihara
6)  H.R. Abu Dawud dari hadits Buraidah.
7)  Saya tidak mendapatkan asalnya.

artikel-artikel yang berhubungan dengannya. Barang siapa yang lebih mendalam mengenai hal itu dan banyak kesibukan dengannya maka ia disebut al afqah (orang yang lebih mengetahui mengenai fiqh).
Nama fiqh pada masa pertama itu mutlak untuk menyebut ilmu akhirat, pengetahuan bahaya-bahaya nafsu secara detail, hal-hal yang merusakkan amal, kuatnya pengetahuan tentang hinanya dunia, san­gat memperhatikan kepada kenikmatan akhirat dan menguasakan takut di hati.

Hal ini ditunjukkan oleh firman Allah 'Azza Wa Jalla

Artinya : "Agar mereka mendalami mengenai agama dan agar mereka memberi peringatan kepada kaum mereka apabila mereka kembali kepada mereka (kaum mereka)". (Al Bagarah 122).

Apa yang diperoleh oleh peringatan dan penakutan adalah fiqh, bukan pencabangan-pencabangan thalak, memerdekakan hamba sahaya, li’an, salam dan sewa menyewa. Karena hal itu tidak dihasilkan oleh peringatan dan penakutan, bahkan semata-mata terus menerus pada­nya menjadikan hati itu keras dan menghilangkan hati takut kepa­daNya sebagaimana kita saksikan sekarang terhadap orang-orang yang semata-mata menekuninya.

Dan Allah Ta'ala berfirman :
Artinya : "Mereka mempunyai hati yang mana dengannya mereka tidak dapat memahami" (At Araf : 179).

Dan Dia maksudkan dengannya adalah ma'na-ma'na iman, bukan fatwa-fatwa. Demi umurku, bahwasanya fiqh dan faham menurut bahasa adalah dua nama dengan satu ma'na. Dalam pemakaiannya kata itu dipergunakan dalam pembicaraan baik dahulu maupun seka­rang.

Allah Ta'ala berfirman :

Artinya : "Sungguh kamu lebih ditakuti di dalam dada mereka dari pada Allah" (AI Hasyr : 13).
97
Sedikitnya ketakutan mereka kepada Allah dan penghormatan mereka kepada kekuasaan makhluk menjadikan mereka sedikit fiqhnya. Maka lihatlah bahwa fiqh itu merupakan hasil dari bukan menghafal definisi-definisi fatwa-fatwa atau hasil dari tidak adanya ilmu-ilmu yang telah kami sebutkan.

 Nabi SAW bersabda :

Artinya : "Ulama'(Orang-orang yang 'alim), hukama' (orang-orang yang bijak), dan fuqaha'(orang-orang yang memahami),,. 8)

Bagi orang-orang yang diutus olehnya.

Sa'd bin Ibrahim Az Zuhri rahimahullah ditanya : "Siapakah pen­duduk Madinah yang paling faqih ?" Lalu ia menjawab : "Orang yang paling bertakwa kepada Allah Ta'ala". Seolah-olah ia menunjuk kepada buah fiqh.

Sedangkan takwa adalah buah ilmu batin, bukan fatwa-fatwa dan keputusan-keputusan.
Beliau SAW bersabda :
Artinya "Maukah saya beritakan kepadamu tentang faqih sebenar benar faqih ? ". Mereka menjawab : " Ya ". Beliau bersab­da : "Orang yang tidak putus asa dari rahmat Allah, ia merasa tidak aman dari tipu daya Allah, ia tidak putus asa dari kelapangan Allah, dan tidak meninggalkan Al Qur'an karena benci kepadanya dan menuju kepada selainnya ".9)

8)  H.R. Abu Na'im dalam Al Hilyah, Al Baihaqi dalam Az Zuhd, clan Al Khathib dalam At Tarikh dari Suwaid bin Al Harts dengan sanad yang lemah.
9)  H.R. Abu Bakr bin Laal dalam Makarimul akhlak, Abu Bakr bin As Sunni dan Ibnu Abdil Barr dari hadits Ali.
98
Dan ketika Anas bin Malik meriwayatkan sabda Nabi SAW :

Artinya "Sungguh saya duduk bersama suatu kaum yang meng­ingat (berdzikir) kepada Allah Ta'ala dari pagi sampai ter­bitnya matahari adalah lebih saya sukai dari pada saya memerdekakan empat orang hamba ". 10)

Anas berkata : "Saya menoleh kepada Zaid Ar Raqqasyi dan Ziyad An Namiri, dan ia berkata : "Majlis-majlis dzikir itu tidak seperti majlis-majlismu ini yaitu salah seorang di antaramu mengisahkan nasi­hatnya kepada teman-temannya dan menyampaikan hadits. Sesungguh­nya kami duduk lalu kami mengingat iman, merenungkan Al Qur'an, memahami Al Qur'an dan menghitung-hitung nikmat-nikmat Allah kepada kami dengan pemahaman".

Disebutnya merenungkan Al Qur'an dan menghitung-hitung nikmat sebagai pemahaman (fiqh). Nabi SAW bersabda
Artinya "Seorang hamba tidaklah memahami dengan benar-benar pemahaman sehingga ia membenci manusia karena Dzat Allah dan sehingga ia melihat Al Qur'an itu mempunyai
segi-segi yang banyak ".11)

Dan diriwayatkan pula secara mauquf pada Abu Darda' ra. serta sab­danya :
Artinya : "Kemudian ia menghadap pada dirinya lalu ia sangat benci kepadanya".
10)  H.R. Abu Dawud dengan sanad yang balk.
11)  H.R. Ibnu Abdil Barr dari hadits Syaddad bin Aus dan ia mengatakan tidak benar marfu'nya hadits itu.
99
Fardad As Sabkhi bertanya kepada Hasan tentang sesuatu lalu ia menjawabnya. Kemudian ia berkata : "Para fuqaha' itu menyeli­sihi kamu". Maka Hasan rahimahullah berkata : "Semoga ibumu merasakan kehilanganmu, Furaiqid". Apakah kamu melihat seorang faqih dengan mata kepalamu ? Seorang faqih adalah orang yang zuhud terhadap dunia, cinta akhirat, yang waspada terhadap agamanya, yang terus menerus beribadah kepada Tuhannya, yang wara’ yang mena­han diri dari merusakkan kehormatan muslimin, yang menjaga diri terhadap harta benda mereka (dari yang haram), yang memberi nasi­hat kepada jama'ah mereka". Dan dalam keseluruhannya itu, ia (Hasan) tidak mengatakan 'orang yang menghafal cabang-cabang fatwa'. Dan saya tidak mengatakan bahwa nama fiqh itu tidak men­jangkau fatwa-fatwa mengenai hukum-hukum lahir tetapi dengan jalan umum dan mencakup atau dengan jalan penelitian maka penamaan mereka bagi fiqh adalah lebih banyak untuk ilmu akhirat.

Dari pengkhususan ini jelas pencampur adukan kebangkitan manusia atas penggunaan fiqh semata-mata dan berpaling dari ilmu akhirat dan hukum-hukum hati. Mereka mendapati hal itu jelas dari naluri karena ilmu batin itu tertutup dan mengamalkannya itu sukar. Sedangkan mempergunakannya untuk sampai mencari kekuasaan, pengadilan, pangkat dan harta itu sukar maka Syaithan mendapat­kan medan untuk membaikkan hal itu di dalam hati dengan peran­taraan mengkhususkan nama fiqh yang mana itulah nama yang ter­puji menurut Syara'.

dilanjutkan..............
b. Perkataan yang kedua adalah ilmu.