Monday, November 28, 2011

terjemah ihya ulumuddin : bab.2, Budi pekerti imam Malik ra

Terjemah ihya ulumiddin jilid 1 bab 2 tentang penjelasan ilmu yang fardhu kifayah, dan kita lanjutkan budi pekerti Imam Malik ra

Budi pekerti imam Malik ra

Adapun Imam Malik ra juga berhias dengan pekerti yang lima ini.

Sesungguhnya ditanyakan kepadanya : "Apakah yang engkau .katakan hai Malik mengenai menuntut ilmu ?". la menjawab : "Baik,baik. Tetapi Lihatlah apa yang lazim bagimu dari saat kamu masuk waktu pagi sampai kamu masuk waktu sore maka tetaplah padanya ! ".

la (Malik) rahimahullah amat sangat dalam mengagungkan ilmu agama sehingga apabila ia berhadats maka ia wudhu', duduk di atas pertengahan hamparannya, ia menyisir jenggotnya, ia mengenakan minyak harum dan ia duduk dengan sopan dan berwibawa, kemu­dian ia menyampaikan hadits.

Lalu ditanyakan kepadanya mengenai hal itu, maka ia menjawab : "Saya senang untuk mengagungkan hadits Rasulullah SAW". Dan Malik berkata : "Ilmu itu adalah cahaya yang diberikan oleh Allah kepada siapa yang dikehendakiNya, dan bukan karena banyaknya riwayat". Penghormatan dan pemuliaan ini menun­jukkan atas kuatnya ma'rifatnya kepada kemuliaan Allah Ta'ala.

Adapun kemauannya dengan ilmu adalah untuk mencari keridha­an Allah Ta'ala, ditunjukkan oleh ucapannya : "Perdebatan dalam agama itu bukan sesuatu (yang bermanfa'at)". Perkataan Asy Syafi'i rahimahullah menunjukkan atasnya : "Sesungguhnya saya menyak­sikan Malik di mana ia ditanya tentang empat puluh delapan masalah lalu ia menjawab 'saya tidak tahu' pada tiga puluh dua masalah.

Barang siapa yang dengan ilmunya tidak bermaksud kepada Dzat Allah Ta'ala niscaya ia tidak sudi untuk mengaku tidak tahu. Oleh karena itu Asy Syafi'i ra berkata : "Apabila di sebutkan ulama maka Malik adalah bintang yang cemerlang. Dan tidak ada seorangpun yang lebih mem­beri kebaikan kepadaku dari pada Malik".

Dan diriwayatkan bahwa Abu Ja'far A] Manshur melarangnya untuk meriwayatkan hadits mengenai talak orang yang dipaksa. Kemu­dian ia (Abu Ja'far) menekan orang yang menanyakannya kepada­nya. Lalu ia (Malik) meriwayatkan kepada sekelompok orang banyak bahwa orang yang dipaksa itu tidak jatuh talaknya. Maka ia dipukul dengan cambuk, namun ia tidak meninggalkan periwayatan hadits itu.

Dan Malik rahimahullah berkata : "Tidaklah seseorang itu benar dalam perkataannya dan tidak berdusta kecuali ia diberi kegembiraan dengan akalnya dan akalnya di waktu tuanya tidak tertimpa oleh bencana dan buat-buatan (khurafat).

Adapun zuhudnya terhadap dunia maka ditunjukkan oleh apa yang diriwayatkan bahwa Al Mandi, amirul mu'minin bertanya kepa­danya. la bertanya : "Apakah kamu mempunyai rumah ? ". la men­jawab : "Tidak". Tetapi saya ceriterakan kepadamu 'saya mende­ngar Rabi'ah bin Abdur Rahman berkata : "Nasab seseorang itu ada­lah rumahnya". Hanur Ar Rasyid bertanya kepadanya (Malik) : "Apakah engkau mempunyai rumah ? ". la menjawab : "Tidak". Lalu Hanur Ar Rasyid memberinya tiga ribu dinar seraya berkata : '.' Belilah rumah dengannya ! ". Lalu ia mengambil uang itu dan tidak dibelan­jakannya. Ketika Ar Rasyid mau mengangkatnya, ia berkata kepada Malik rahimahullah : "Seyogya engkau berangkat bersama kami sesungguhnya saya bermaksud untuk membawa manusia kepada Muwaththa' sebagaimana Utsman ra membawa manusia kepada Al
Qur'an. Maka Malik berkata kepadanya : "Adapun membawa manu­sia kepada Al Muwaththa' maka tidak ada jalan kepadanya, karena para shahabat Rasulullah SAW terpencar di kota-kota besar sesudah beliau maka setiap kota besar itu ada ilmu, padahal beliau SAW ber­sabda :
Artinya : "Perbedaan (pendapat) ummatku itu adalah rahmat".13)
Adapun keluar bersamamu maka tidak ada jalan kepadanya, karena Rosullillah SAW bersabda :

Artinya : "Madinah itu lebih baik bagi mereka seandainya mereka mengetahuinya ". 14)
Dan beliau SAW bersabda

Artinya : "Madinah itu menghilangkan kotorannya sebagaimana tiupan tukang besi itu membersihkan besi".15)

Dan inilah dinar-dinarmu sebagaimana adanya dulu, jika kamu mau ambillah, dan jika mau tinggalkanlah ! Yakni jika kamu membebani saya untuk berpisah dengan kota Madinah niscaya tidak dapat melakukannya kepadaku, karena saya tidak mengutamakan dunia atas kota(Madinah) Rasulullah SAW.

Demikianlah Malik zuhud terhadap dunia.

Ketika dibawa harta yang banyak kepadanya dari ujung-ujung dunia karena tersebarnya ilmunya dan teman-temannya maka ia membagikannya di segi-segi kebajikan.
Kemurahannya (kedermawannya) ini menunjukkan atas zuhudnya dan sedikitnya cintanya kepada dunia.
13)  H.R. Al Baihaqi dari hadits Ibnu Abbas, dan sanadnya lemah.
14)  Muttafaq 'alaih dari hadits Sufyan bin Abi Zuhair.
15)  Muttafaq 'alaih dari hadits Abu Hurairah.

Zuhud itu bukan kosong dari harta, namun zuhud hanyalah kosongnya hati dari harta. Sulaiman as adalah orang yang zuhud terhadap kerajaannya.
Apa yang diriwayatkan dari Asy Syafi'i rahimahullah adalah menunjukkan atas hinanya dunia bagi Malik. la (Asy Syafi'i) ber­kata : "Saya melihat kuda muda dari Khurasan dan diberi nama Mishr., Saya belum pernah melihat (kuda) yang lebih bagus dari padanya". Saya berkata kepada Malik rahimahullah : "Alangkah baiknya anak kuda itu". Lalu Malik berkata : "Itu adalah hadiah buatmu dariku, hai Abu Abdillah ". Lalu saya berkata : "Tinggalkanlah untuk engkau, dari padanya engkau dapat mengendarainya". Lalu ia menjawab : "Sesungguhnya saya malu kepada Allah Ta'ala untuk menginjak tanah yang di dalamnya terdapat Nabiyyullah SAW dengan teracak kuda".

 Lihatlah kepada kedermawanannya karena ia memberikan seluruh­nya itu sekaligus, dan lihatlah penghormatannya kepada tanah Madinah.Menunjukkan kepada kemauannya dengan ilmu itu kepada ridha Allah Ta'ala dan rendahnya dunia dalam pandangannya apa yang diri­wayatkan bahwasanya ia (Malik) berkata : "Saya masuk pada Harun Ar Rasyid, lalu Harun berkata kepadaku : "Wahai Abu Abdillah, seyogya engkau, ikut kepada kami sehingga anak-anak kami mendengar Muwaththa' dari engkau". la berkata : "Saya menjawab : "Semoga Allah memuliakan Harun Ar Rasyid, seorang amir. Sesungguhnya ilmu ini pajak darimu. Jika kamu memuliakannya maka kamu adalah orang-orang yang mulia. Sedangkan jika kamu menghinakannya maka kamu adalah orang-orang yang hina. Ilmu itu didatangi dan tidak datang (sendiri). Lalu Harun menjawab : "Engkau benar". "Keluarlah ke masjid sehingga kamu mendengar bersama manusia !".

No comments:

Post a Comment