Friday, December 2, 2011

ihya bab. 3 : Perkataan yang kedua adalah ilmu, dan yang ketiga adalah tauhid

b. Perkataan yang kedua adalah ilmu.

Dahulu ilmu itu dipergunakan untuk menyebut ilmu mengenai Allah Ta'ala, tanda-tanda dan perbuatanNya terhadap hamba-hamba dan makhlukNya sehingga ketika Umar ra meninggal dunia,

Ibnu Mas'ud rahimahullah berkata : "Sembilan persepuluh ilmu telah mati". la mema'rifatkan ilmu dengan ma'rifat (al ilmu). Kemudian ia menaf­sirkan ilmu itu dengan ilmu mengenai Allah SWT. Dan mereka telah mempergunakan ilmu secara khusus juga, sehingga kebanyakan mereka memasyhurkan ilmu bagi orang yang sibuk dengan diskusi dengan lawan (pendapat) mengenai masalah-masalah fiqh dan lainnya.

Lalu dikatakan 'ia orang 'alim yang hakiki, dan la tokoh dalam ilmu. Dan barang siapa yang tidak terlatih dan tidak sibuk dengan hal itu, ia dianggap golongan orang-orang yang lemah, dan tidak dihitung di dalam golongan ahli ilmu.

100/59
Dan ini juga penggunaan secara khusus. Tetapi keutamaan-­keutamaan ilmu dan ulama kebanyakan pada orang-orang yang menge­tahui tentang Allah, hukum-hukumNya, perbuatan-perbuatan dan sifat-sifatNya. Sekarang secara mutlak telah menjadi untuk menye­but orang yang tidak meliputi ilmu-ilmu Syara' sedikitpun selain perdebatan-perdebatan yang kadangkala dalam masalah-masalah khi­lafiyyah. Dengan demikian itu ia dianggap tokoh ulama pada hal ia bodoh dalam tafsir, hadits-hadits, ilmu madzhab dan lainnya. Hal itu menjadi sebab yang membinasakan makhluk banyak dari orang-orang yang menuntut ilmu.

c. Lafal yang ketiga adalah tauhid.

Sekarang lafal itu telah menjadi ungkapan tentang membuat pem­bicaraan, mengetahui jalan perdebatan dan meliputi (mengetahui) jalan menangkis lawan bertengkar dan mampu untuk memfasihkannya dengan memperbanyak pertanyaan-pertanyaan, menimbulkan keragu­an-keraguan dan menyusun hal-hal yang lazim sehingga beberapa kelompok dari mereka menjuluki diri mereka dengan ahli keadilan dan tauhid.

Orang-orang yang ahli ilmu kalam (mutakallimun) disebut dengan orang-orang yang 'alim tentang tauhid dalam pada itu selu­ruh apa yang khusus bagi buatan ini, sekali tidak dikenal pada masa pertama.

Bahkan dulu terdapat pengingkaran yang keras dari seba­gian mereka terhadap orang yang membuka pintu perdebatan dan pertengkaran.

Adapun dalil-dalil zhahir yang terkandung oleh Al Qur'an yang mana pikiran segera dapat menerimanya pada awal pendengaran. Hal itu telah diketahui seluruhnya. Ilmu dengan Al Qur'an adalah ilmu seluruhnya.

Sedangkan tauhid di sisi mereka adalah ungkapan tentang urusan lain yang tidak dipahami oleh sebahagian besar mutakallimun. Jika mereka memahaminya namun mereka tidak dapat mensifatinya. Yaitu ia melihat seluruh urusan itu dari Allah 'Azza Wa Jalla dengan pan­dangan yang memutus penolehannya terhadap sebab-sebab dan perantara-perantara. la tidak melihat kebaikan dan keburukan kecuali dari padanya 'Azza Wa Jalla. Maka ini adalah kedudukan yang mulia. Salah satu buahnya adalah tawakkal sebagaimana penjelasannya akan datang pada kitab tawakkul (tawakkal). Sebagian dari buahnya ada­lah tidak mengadu kepada makhluk dan tidak murka kepada mereka, ridha dan berserah diri kepada keputusan Allah Ta'ala.
101
Salah satu buahnya adalah perkataan Abu Bakar Ash Shiddiq ra ketika dikatakan bahwa pada waktu sakit wafatnya : "Apakah kami carikan dokter untukmu ?". Lalu ia menjawab : "Dokter itu mem­buatku sakit". Dan perkataan lain ketika ia sakit di mana ditanya­kan kepadanya : "Apakah yang dikatakan dokter/tabib kepadamu ?
Lalu ia berkata : "Dokter itu mengatakan kepadaku :
"Sesungguhnya Aku berbuat apa yang Aku kehendaki".

Dalil-dalilnya akan datang pada kitab tawakkul (tawakkal) dan kitab tauhid.
Tauhid adalah permata indah dan tauhid itu mempunyai dua kulit di mana salah satu dari keduanya lebih jauh dari isinya dari pada kulit­nya yang lain. Manusia mengkhususkan nama (tauhid) untuk kulit dan tindakan menjaga kulit, namun mereka melalaikan isi secara keseluruhan. 

Kulit pertama adalah kamu ucapkan

(tidak ada Tuhan selain Allah). Ini disebut tauhid sebagai pelawan tri­nitas (Tuhan terdiri dari tiga unsur yaitu Tuhan Bapa, Tuhan anak dan roh kudus) yang ditegaskan oleh orang-orang Kristen (Nashara). Tetapi itu kadang-kadang keluar dari orang munafik yang mana raha­sianya berbeda dengan lahirnya.

Kulit kedua adalah di dalam hati agar tidak ada penyelisihan dan pengingkaran mafhum perkataan ini. Bahkan hati yang zhahir itu men­cakup terhadap i'tikadnya. Demikian juga membenarkannya. Itu ada­lah tauhid orang-orang biasa (umum). Orang-orang mutakallimun sebagaimana yang dikemukakan di muka adalah penjaga kulit ini dari campuran golongan bid'ah.

Yang ketiga adalah isi yaitu melihat seluruh urusan dari Allah Ta'ala yaitu suatu pandangan yang memutus penolehannya terhadap perantara-perantara, dan menyembahNya dengan penyembahan yang menyendiri kepadaNya maka ia tidak menyembah kepada selainNya. Keluar dari tauhid ini adalah setiap orang yang mengikuti hawa nafsu karena ia telah menjadikan hawa nafsunya sebagai sesembahannya. Allah Ta'ala berfirman :

Artinya : "Apakah kamu melihat orang yang mengambil hawa nafsunya sebagai Tuhannya ?" (Al Jatsiyah : 23).
102
Dan Nabi SAW bersabda

Artinya : "Tuhan yang paling dibenci disisi Allah, yang disembah di bumi adalah hawa nafsu".

Dan berdasarkan atas pentahkikan, barang siapa yang merenungkan maka ia mengetahui bahwa penyembah berhala tidaklah ia menyem­bah berhala namun ia menyembah hawa nafsunya karena nafsunya cenderung kepada agama nenek moyangnya maka ia mengikuti kecen­derungan. itu.

 Sedangkan kecenderungan nafsunya kepada hal-hal yang disenangi itu adalah salah satu ma'na yang diungkapkan oleh hawa nafsu.

Keluarlah dari tauhid ini benci kepada makhluk dan menoleh kepada mereka. Sesungguhnya orang yang memandang bahwa kese­luruhan itu dari Allah 'Azza Wa Jalla maka bagaimanakah ia benci kepada selainNya ?

Tauhid adalah ungkapan dari kedudukan (maqam) ini, yaitu kedudukan shiddiqin. Maka lihatlah ke manakah tauhid itu dialihkan dan kulit manakah yang menjadi kepuasannya ? Dan bagai­manakah mereka mengambilnya sebagai pegangan dalam memuji dan berbangga dengan sesuatu yang namanya terpuji namun tidak memi­liki ma'na yang berhak mendapat pujian yang hakiki. Demikian itu seperti pailitnya orang yang pagi-pagi buta di mana ia menghadap kiblat seraya membaca

Artinya : "Saya hadapkan wajahku kepada Dzat Yang menciptakan langit dan bumi dengan kecenderungan ".

Itu adalah kedustaan pertama di mana ia membuka dengannya kepada Allah meskipun wajah hatinya tidak menghadap kepada Allah Ta'ala secara khusus karena sesungguhnya jika ia menghendaki dengan wajah itu wajah lahir maka wajahnya tidaklah menghadap kecuali kepada Ka'bah dan penghadapannya kepadanya itu khusus dari seluruh arah.

 Padahal Ka'bah itu bukanlah arah bagi Dzat Yang Menciptakan langit dan bumf sehingga orang yang menghadap kepadanya tidaklah menghadap kepadaNya. Allah Maha Tinggi dari dibatasi oleh arah dan daerah.
103
Dan jika dengan wajah itu wajah hati maka itulah yang dituntut oleh orang yang beribadah.

Maka bagaimanakah ia benar perkataan­nya sedangkan hatinya itu pulang balik dalam kepentingan dan hajat duniawinya ? Dan ia bertindak untuk mencari daya upaya dalam menghimpun harta dan pangkat, memperbanyak sebab-sebab dan mengarahkan keseluruhan kepadanya.

Kapankah ia menghadapkan wajahnya kepada Dzat Yang Men­ciptakan langit dan bumi ? Kata-kata ini adalah khabar tentang haki­kat tauhid. Orang yang mentauhidkan (mengesakan) adalah orang yang tidak melihat kecuali Yang Maha Esa dan ia tidak menghadapkan wajahnya kecuali kepadaNya,

yaitu mengikuti firman Allah Ta'ala

Artinya : "Katakanlah : Allah, kemudian tinggalkanlah (biarkanlah) mereka bermain-main dalam kesesatannya".(AI A Wam : 91).

Yang dimaksud dengan 'katakanlah' itu perkataan dengan lidah karena lidah itu penterjemah yang sesekali ia benar jujur) dan pada kali yang lain ia berdusta. Namun tempat pandangan Allah Ta'ala adalah sesuatu yang diterjemahkan yaitu hati. Dan hati itulah tambang dan sumber tauhid.

 dilanjutkan....................
d. Lafal yang keempat adalah dzikir (ingat kepada Allah) dan mengingatkan berdzikir.

No comments:

Post a Comment