Friday, December 2, 2011

terjemah ihya : bab. 3 : Lafal yang keempat adalah dzikir

terjemah ihya bab 3
d. Lafal yang keempat adalah dzikir (ingat kepada Allah) dan mengingatkan berdzikir.

Allah Ta'ala berfirman
Artinya : "Dan berilah peringatan sesungguhnya peringatan itu ber­guna bagi orang-orang mumin ". (Adz Dzariyat : 55).

Telah terdapat hadits-hadits yang banyak mengenai pujian terhadap majlis-majlis dzikir

seperti sabda Nabi SAW :
1Artinya : "Apabila kamu melewati taman-taman syurga maka makan dan minumlah dengan puas !". Ditanyakan : "Apakah taman-taman syurga itu ?" Beliau bersabda : "Majlis-majlis dzikir ". 12)

Dan di dalam hadits
Artinya "Sesungguhnya Allah mempunyai malaikat yang berkelana di dunia selain malaikat makhluk (yang mengurusi makhluk). Apabila mereka melihat majlis dzikir maka seba­gian mereka memanggil kepada sebagian yang lain : "Marilah kepada apa yang kamu cari ! ". Lalu mereka men­datanginya, mengitari dan mendengarkan. Ketahuilah, ingatlah Allah dan ingatkanlah dirimu untuk berdzikir !,43)

Hal itu dinukil sampai kepada apa yang kamu lihat sebagian besar juru nasihat pada masa ini membiasakannya yaitu kisah-kisah, syi'ir­syi'ir, syathah (kalimat yang jauh dari ajaran agama) dan thammah (kata-kata yang menutupi kebenaran).

Adapun kisah-kisah maka itu bid'ah. Telah terdapat larangan ulama salaf dari duduk-duduk ke tukang kisah (dongeng). Mereka berkata : "Hal itu tidak ada pada masa Rasulullah SAW". 14) tidak pada masa Abu Bakar dan Umar ra sehingga timbulnya fitnah dan mun­culnya tukang-tukang kisah (dongeng).

Dan diriwayatkan bahwa Ibnu Umar ra keluar dari masjid, lalu ia berkata : "Tidaklah mengeluarkan saya kecuali tukang kisah (dongeng). Seandainya tidak karena ia niscaya saya tidak keluar".

Dhamrah berkata : -"Saya berkata kepada Sufyan Ats Tsauri 'Kami menghadapi tukang kisah dengan wajah-wajah kami". Lalu ia berkata : "Palingkanlah bid'ah-bid'ah itu ke punggung (belakang) mu ! ".

12)   H.R. At Tirmidzi dari Anas dan ia menghasankannya.
13)   Muttafaq 'alaih dari hadits Abu Hurairah.
14)   H.R. Ibnu Majah dari hadits Umar dengan sanad yang baik.
105
Ibnu 'Aun berkata : "Saya masuk pada Ibnu Sirin, lalu ia ber­kata : "Hari ini tidak ada khabar". Lalu saya berkata : "Amir (Raja) melarang tukang-tukang kisah untuk berkisah". Maka ia berkata "Itu sesuai dengan kebenaran".

Al. A'masy masuk ke masjid Bashrah, ia melihat tukang kisah sedang berkisah dan ia berkata : "Al A'masy menceritakan kepada kami, lalu ia (Al A'masy) masuk ke tengah lingkaran (orang-orang yang duduk) seraya mencabut bulu ketiaknya.

Berkatalah tukang kisah itu : "Hai tuan, tidakkah kamu malu ?", Maka ia (Al A'masy) ber­kata : "Mengapa ? Saya dalam sunnah sedangkan kamu dalam kedus­taan. Sayalah Al A'masy, dan saya tidak berceritera kepadamu".

Ahmad berkata : "Kebanyakan manusia dalam beradusta adalah tukang kisah dan tukang bertanya".
Ali ra mengusir tukang kisah dari masjid Bashrah. Ketika ia men­dengar perkataan Hasan Al Bashri maka ia tidak mengusirnya karena ia berbicara mengenai ilmu akhirat, memikirkan mati, memperingat­kan tentang carat-carat nafsu, bahaya-bahaya amal, goresan-goresan hati oleh syaithan, segi keberhati-hatian dari padanya, ia ingatkan karunia-karunia dan nikmat-nikmat Allah dan kelalaian hamba (manusia) dalam mensyukurinya, ia kenalkan kehinaan dunia, cacat­-cacatnya, putusnya, kerusakan janjinya, bahaya dan bencananya. Ini adalah peringatan yang terpuji menurut Syara' yang didorongkan oleh apa yang diriwayatkan di dalam hadits Abu Dzarr ra sekiranya beliau bersabda :

Artinya "Menghadiri majlis dzikir adalah lebih utama dari pada sha­lat seribu reka'at. Menghadiri majlis ilmu adalah lebih utama dari pada menjenguk seribu orang yang sedang sakit. Dan menghadiri majlis ilmu itu adalah lebih utama dari pada menghadiri seribu jenazah". Lalu ditanyakan –Wahai Rasulullah, dan dari membaca AI Qur'an ?".

 Beliau bersabda : "Apakah membaca Al Qur'an itu berfaidah kecuali dengan ilmu ?" (Pertanyaan di sini bukan pertanyaan sesungguhnya tapi pertanyaan untuk meniadakan, maksud­nya tidaklah membaca Al Qur'an itu berfaidah kecuali dengan ilmu = Peno.15)

Atha' rahimahullah berkata : "Majlis dzikir itu menghapus tujuh puluh kali majlis permainan". Orang-ordng yang menghiasi kata-­katanya dengan kedustaan menjadikan hadits-hadits ini sebagai hujjah untuk mensucikan jiwa mereka.

Dan mereka memindahkan nama dzikir kepada khurafat (sesuatu yang dibuat-buat) dan mereka melupakan jalan dzikir yang terpuji. Mereka sibuk dengan kisah-kisah yang menyampaikan kepada perbedaan-perbedaan pendapat, penam­bahan dan pengurangan.

Kisah-kisah itu keluar dari yang terdapat di dalam Al Qur'an, dan menambahinya.
Sesungguhnya sebagian dari kisah-kisah itu ada yang bermanfaat untuk didengarkan, dan sebagiannya ada yang memadharatkan walau­pun kisah itu benar. Barang siapa, membuka pintu itu atas dirinya maka bercampurlah atasnya benar dengan dusta, dan sesuatu yang berman­faat dengan sesuatu yang memadharatkan. Oleh karena itu maka dila­ranglah hal itu.

Dan oleh karena itu pula berkatalah Ahmad bin Ham­bal rahimahullah : "Alangkah butuhnya manusia kepada tukang kisah yang benar". Jika kisah itu dari kisah-kisah para Nabi SAW. mengenai sesuatu yang berhubungan dengan urusan agama mereka sedangkan tukang kisah itu benar Berta sahib riwayatnya maka saya berpenda­pat tidak mengapa (tidak berdosa).

Berhati-hatilah terhadap kedustaan dan hikayat-hikayat berba­gai keadaan yang mengisyaratkan kepada kesalahan-kesalahan atau hal-hal yang dipermudah-mudahkan yang melengahkan pemahaman orang-orang awam dari menangkap ma'na-ma'nanya atau keadaan kisah-kisah itu kilasan yang jarang dan mengiringi dengan tutupan­tutupan yang dapat mengetahui kebaikan-kebaikan yang diberikan atasnya.

Sesungguhnya orang awam itu berpegang dengan yang demikian itu dalam bermudah-mudahannya dan kelupaan-kelupaannya. Dan ia siapkan alasan bagi dirinya dalam hal itu, dan ia berhujjah bahwa ia berhikayat ini dan itu dari sebagian syaikh-syaikh clan orang-orang besar. Maka masing-masing dari kita tidaklah heran dalam mengha­dapi kema'siyatan. Dan jika saya ma'siyat kepada Allah Ta'ala maka
15) Lihat pads bab pertama.
107
orang yang lebih besar dari says. Hal itu memberi faidah kepadanya untuk berani kepada Allah Ta'ala dari segi ia tidak mengetahuinya.
Setelah memelihara dari dua hal yang ditakuti maka tidak menga­pa terhadapnya. Ketika itu ia kembali kepada kisah-kisah yang ter­puji dan kepada apa yang terkandung oleh Al Qur'an dan shahih di dalam kitab-kitab hadits yang shahih. Dan sebagian manusia ada yang membolehkan membuat hikayat-hikayat yang mendorong untuk tha'at. Dan ia menduga bahwa maksudnya di dalam membuat kisah-kisah itu adalah menyeru manusia kepada Allah. Ini adalah hembusan Syaithan karena di dalam kebenaran terdapat sesuatu yang dilebar luas­kan dari kedustaan. Dan mengenai apa yang disebutkan oleh Allah Ta'ala SWT tidak butuh untuk dibuat-buat dalam memberi nasihat.
Bagaimana, sedangkan beliau (Nabi) tidak menyukai untuk mem­beratkan dengan membuat sajak, dan beliau menganggap hal itu dari membuat-bust. Sa'ad bin Abi Waqqash ra berkata kepada anaknya yang laki-laki, Umar di mans Sa'd mendengarnya bersajak : "Inilah sesuatu yang menjadikan kebencianku kepadamu. Semoga Allah tidak memenuhi kebutuhanmu selamanya_sehingga kamu bertaubat". Pada­hal Urnar'datang kepadanya karena suatu kebutuhan. Beliau SAW. bersabda kepada Abdullah bin Rawahah mengenai sajak dari tiga kata :

Artinya : "Takutlah kamu terhadap sajak hai Ibnu Rawahah !"16)
Seolah-olah sajak yang ditakutkan dan diberatkan adalah sesuatu yang lebih atas tiga kata. Oleh karena itu ketika seorang laki-laki berkata mengenai diyat janin
krtinya : "Bagaimanakah kami membayar diyat orang (anak) yang belum makan, belum minuet, belum berteriak dan belum
16) Saya tidak mendapatkannya demikian, tetapi ada riwayat Ahmad, Abu Ya'la, Ibnus Sunni dan Abu Na'im bahwa Aisyah berkata kepada Sa'ib : "Takutlah kamu terhadap sajak !"
1o8
bersuara ? Hal yang seperti itu sia-sicr. Maka Nabi SA W bersabda "Apakah (itu) sajak seperti sajak bangsa Arab ?11.17)
Adapun syi'ir-syi'ir (puisi) maka memperbanyaknya untuk mem­beri nasihat itu tercels. Allah Ta'ala berfirman :
Artinya : "Dan penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat. Tidakkah kamu melihat bahwasanya mereka mengem­bara di tiap-tiap lembah ?" (Asy Sya'ara : 224 – 225).
Dan Dia Ta'ala berfirman :
Artinya : "Dan. Kami tidak mengajarkan syi'ir kepadanya (Muhammad) dan syi'ir itu tidak seyogya baginya". (Yasin : 69).
Kebanyakan syi'ir yang dibiasakan oleh pars pemberi nasihat ada­lah syi'ir yang berhubungan dengan pensifatan rindu dan keindahan orang yang dirindukan, ruh bertemu dan sakitnya perpisahan. Majlis itu tidaklah berisi kecuali orang-orang umum (ayam) yang bodoh, batin mereka dipenuhi oleh syahwat, dan hati mereka tidak terlepas dari menoleh kepada bentuk-bentuk yang mans. Maka syi'irnya tidak ber­gerak dari hati mereka kecuali sesuatu yang menetap di dalamnya maka api syahwat berkobar di dalamnya. Lalu mereka berteriak dan meluap­kan perasaannya. Kebanyakan hal itu atau seluruhnya kembali kepada macam kerusakan maka tidak seyogya untuk mempergunakan syi'ir kecuali syi'ir yang di dalamnya terkandung nasihat atau hikmah atas jalan kesaksian dan menyenangkan. Beliau SAW bersabda
Artinya : "Sungguh sebagian dari syi'ir itu adalah hikmah 18)
17)     H.R. Muslim dari hadits Mughirah.
18)     H.R. Al Bukhari dari hadits Ubai bin Ka'ab.
109Seandainya majlis itu berisikan orang-orang khusus yang meli­hat ketenggelaman hati mereka dengan cinta kepada Allah Ta'ala, clan ticlak ada orang-orang selain mereka bersama mereka maka syi'ir tidak­lah membahayakan mereka di mana tidak membahayakan mereka syi'ir yang lahirnya kepada makhluk karena orang yang mendengarkan itu menempatkan setiap apa yang didengarnya pads apa yang dikuasai oleh hatinya, sebagaimana akan datang pentahkikan hal itu dalam kitab pendengaran. Oleh karena itu Al Junaid rahimahullah berbicara kepada belasan orang. Jika mereka banyak maka ia ticlak berbicara. Dan ahli majlisnya tidak pernah sempurna dua puluh orang. Sekumpulan orang datang ke pintu rumah Ibnu Salim, lalu dikatakan kepadanya
"Berbicaralah ! teman-temanmu telah datang". Lalu ia menjawab "Tidak, mereka bukan teman-temanku, mereka adalah teman majlis. Sesungguhnya teman-temanku adalah orang-orang khusus".

dilanjutkan.......... 
kalimat yang jauh dari ajaran agama

No comments:

Post a Comment